By Pizaro on November 8, 2012
Oleh, Farid Wadjdi
Perkembangan terakhir di Suriah tampaknya membuat Amerika Serikat sangat khawatir. Menguatnya pasukan perlawanan dan semakin melemahnya Bashar Assad menjadi faktor kekhawatiran Amerika. Apalagi pasukan perlawanan rakyat Suriah di lapangan didominasi kelompok-kelompok mujahidin yang menyerukan penegakan syariah dan Khilafah di Suriah dan menolak sistem demokrasi yang ditawarkan Amerika Serikat.
Berbagai upaya telah dicoba oleh Amerika Serikat untuk membajak perlawanan rakyat Suriah agar kerangka kepentingan Amerika Serikat. Awalnya Amerika enggan untuk mendukung perlawanan rakyat Suriah. Negara ini berupaya mendorong Bashar Assad untuk melakukan reformasi demokratis di Suriah. Namun upaya ini gagal, Bashar Assad justru semakin beringas yang semakin memunculkan perlawanan dari rakyatnya sendiri.
Amerika Serikat melalui PBB sebagai alat politiknya mencoba membajak perubahan di Suriah dengan menunjukkan Koffi Anan mantan sekjek PBB sebagai utusan PBB dan Liga Arab. Lagi-lagi upaya ini gagal. Semakin menguatnya perlawanan rakyat Suriah yang tidak lagi ingin berkompromi dengan rezim bengis Suriah membuat Anan terpaksa mengundurkan diri.
Dalam konferensi pers di Jenewa pada Kamis (2/8/2012), Annan mengatakan tidak mungkin baginya menjalankan tugasnya.Annan menyalahkan tindakan pemerintah Suriah, oposisi dan komunitas internasional. “Militerisasi yang semakin meningkat di lapangan dan kurangnya persatuan di Dewan Keamanan secara mendasar mengubah situasi bagi keefektifan peran saya,” kata Annan.
“Namun demikian pertumpahan darah berlanjut, terutama disebabkan kerasnya pendirian pemerintah Suriah, dan penolakannya melaksanakan rencana enam pokok, dan juga karena peningkatan aksi militer oleh oposisi – semuanya diperburuk dengan perpecahan di kalangan masyarakat internasional,” jelas Kofi Annan(BBC Indonesia; 3/8/2012)
Exit Strategi Model Yaman
Gagal dengan Koffi Annan, Amerika berupaya menggunakan agen-agen regionalnya untuk mendukung exit strategi melalui model Yaman. Bagi Amerika dan sekutu Baratnya, cara yang paling aman untuk menyelesaikan krisis Suriah adalah dengan menggunakan model Yaman. Pasalnya, intervensi militer langsung seperti yang dilakukan terhadap Libya membutuhkan dana yang besar dan sulit diduga hasilnya.
Berdasarkan model Yaman, Barat mempersiapkan orang lingkaran dalam Presiden Yaman sendiri, yaitu Wapres Abd a-rRab Mansur Hadi menjadi pejabat presiden baru. Transisi ini dibantu oleh negara-negara sekitarnya seperti Saudi Arabia. Setelah itu diadakan Pemilu yang dikesankan demokratis pada Februari 2012 yang dimenangkan secara telak oleh Hadi.
Rencana non-militer model Yaman ini membutuhkan satu unsur kunci: diplomasi harus dipimpin oleh aktor-aktor regional, bukan PBB atau Barat. Transisi bergaya Yaman kemudian akan bisa mempertahankan struktur negara Suriah yang pro-Barat termasuk elit korup yang lama tidak merasa terancam. Dengan model Yaman ini mereka berharap, Assad bisa mengundurkan diri, stabilitas muncul, dan Pemilu demokratis yang sejalan dengan Barat bisa dilakukan.
Untuk merealisasikan model Yaman ini, Amerika Serikat menggunakan jaringan regional pendukungnya, seperti Arab Saudi, Negara-negara Teluk, Mesir dan Turki. Melalui Menteri luar negeri Turki Ahmed Davutoglu, Amerika datang dengan membawa usulan lama yang diperbarui agar Wakil Presiden Suriah Farouk as-Sharaa menggantikan presiden antek Amerika Bashar sebagai kepala pemerintahan transisi untuk menghentikan perang sipil yang terjadi di Suriah.
Oglu mengatakan, ash-Shara adalah seorang yang punya pikiran dan hati nurani. Ia tidak turut serta dalam pembantaian di Suriah dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui sistem di Suriah dari dia. Oglu beranggapan bahwa oposisi cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin administrasi Suriah pada masa depan. Belum selesai Oglu dengan penyesatan-penyesatan ini, sudah muncul pernyataan dukungan pihak oposisi yang menyatakan diri mereka sebagai Dewan Nasional yang menjadi alat Amerika.
Usulan ini adalah usulan Amerika yang dilontarkan oleh Amerika melalui mulut Oglu maupun selain dia. Padahal sangat jelas Farouk ash-Shara ini adalah seorang pengikut Ba’ats, sekular dan selama ini dipelihara dan dibesarkan oleh Hafezh Asad si bapak dan diwarisi oleh Bashar Asad si anak. Ash-Shara ini telah bekerja sebagai menteri luar negeri pada zaman Hafezh Asad selama 15 tahun. Kemudian ia menjabat Wakil Presiden Bashar Asad pada masa pemerintahannya.
Hal itu jelas-jelas memberikan deskripsi yang gamblang tentang keridhaan penjahat Bashar dan bapaknya kepada ash-Shara. Baik Hafezh maupun Bashar sama sekali tidak membiarkan orang yang menyalahi keduanya meski sekecil apapun. Solusi inipun gagal, karena rakyat Suriah tahu persis siapa Farouk as Shara.
Mengefektifkan Dewan Nasional Suriah
Berkaca dari solusi Libya, Amerika ingin mempertahankan kepentingannya di Suriah dengan membentuk dewan yang diklaim memakili rakyat Suriah dan dijadikan sebagai pemerintahan sementara Suriah. Amerikapun membentuk Dewan Nasional Suriah (NSC) dengan mendudukkan orang-orangnya di sana dari berbagai kalangan. Namun NSC bekerja tidak sesuai harapan Amerika Serikat. NSC gagal menjadi wakil rakyat Suriah. NSC pun dianggap jauh dari perjuangan rakyat Suriah yang bertempur di lapangan melawan rezim Bashar Assad.
Untuk itu, Amerika berupaya mengefektifkan kubu oposisi agar tetap di bawah kontrolnya. Amerika mendorong pertemuan Kubu oposisi Suriah dalam sebuah konferensi besar di ibukota Qatar, Doha, hari MInggu (4/11) membicarakan upaya menyatukan fron oposisi yang selama ini terpecah-belah.
Dalam pertemuan ini Amerika berupaya mengarahkan Riad Seif yang diblow up sebagai tokoh oposisi terkemuka agar menjadi kepala dari pemerintahan di pengasingan yang nantinya akan dinamai Inisiatif Nasional Suriah.”Sebuah (pemerintahan) alternatif terhadap rezim (Bashar Al-Assad) sangat dibutuhkan,” kata Seif pada kantor berita Reuters.
“Yang kita bicarakan adalah jangka waktu sementara dimulai dengan pembentukan kepemimpinan politis hingga sebuah dewan nasional yang mewakili seluruh rakyat Suriah dapat bertemu di Damaskus, begitu Assad tumbang,” tambahnya.
Yang menjadi persoalan tentang dewan ini adalah sejauh mana rakyat Suriah menganggap kepentingan mereka terwakili. Apalagi sebagian besar tokoh-tokoh dewan ini bukanlah orang-orang yang bersama rakyat Suriah di lapangan melawan rezim Bashar. Mereka juga dikenal sebagai orang-orang binaan Barat.
Isolasi dan Kriminalisasi Mujahidin
Tindakan kejam Rezim bengis Suriah telah mengundang perlawanan rakyat Suriah dengan dorongan jihad fi Sabilillah. Panggilan jihad membantu rakyat Suriah pun menggema di seluruh dunia. Belum ada data yang pasti berapa pasukan perlawanan yang berasal dari luar Suriah masuk ke medan perang. Yang pasti , tulang punggung dari perjuangan Suriah adalah rakyat suriah sendiri.
Inilah yang dikhawatirkan oleh Amerika, perjuangan rakyat Suriah didasarkan pada Islam. Seruan-seruan mereka pun jelas menolak bersikap kompromi dengan Bashar Assad, menolak solusi demokrasi Amerika, dan menginginkan tegaknya syariah dan Khilafah.
Seperti biasa, Barat melalui medianya melakukan penyesatan politik, dengan mengaitkan kelompok yang berjihad ini dengan terorisme dengan tudingan memiliki agenda radikal. Dalam laporannya, Komisi PBB yang melakukan penyelidikan di negara tersebut mengatakan kehadiran para militan asing, Islam radikal atau para jihadi, membuat Barat khawatir.
Kepala Komisi Sergio Pinheiro kepada wartawan hari Selasa (17/10) memperkirakan ada ratusan kombatan asing yang ikut bertempur di Suriah. Pinheiro menambahkan bahwa komisi itu khawatir para kombatan asing ini tidak berjuang untuk “membangun negara demokratis di Suriah”, tetapi “untuk agenda mereka sendiri.”Seakan-akan agenda Amerika adalah untuk kepentingan rakyat Suriah.
Clinton sendiri secara terbuka memperingatkan kecendrungan Suriah ini. Amerika dengan teknik propagandanya yang mudah terbaca menuduh para mujahidin dengan ekstrimisme dan terorisme, mengkaitkannya dengan al Qaida.
Berkibarnya bendara La ilaha ila Allah Muhammadurrasulullah, bergemanya teriakan takbir, ditambah kesolehan para mujahidin yang tekun beribadah dan membaca Al Qur’an meskipun dalam kondisi perang yang berat, menjadi dasar tudingan Amerika bahwa mereka adalah al Qaida. Amerika pura-pura tidak tahu yang melakukan perlawanan di Suriah adalah seluruh umat Islam. Simbol-simbol yang dituding oleh Amerika merupakan symbol-simbol Islam, bukan al Qaida saja.
Tidak hanya itu Amerika malah balik menuduh para mujahidin sebagai ekstrimis yang ingin membajak perjuangan rakyat Suriah. Menteri Luar Negeri AS Hilary Clinton mendesak oposisi Suriah agar melawan berbagai upaya oleh kelompok ekstremis untuk “membajak revolusi.”Berbicara dalam perjalanan ke Kroasia, ia mengatakan kepemimpinan pemberontak harus lebih inklusif terhadap mereka yang bertempur di Suriah.
Ia juga mengatakan ada sejumlah “laporan yang merisaukan” mengenai ekstremis Islam memasuki Suriah untuk mengambil keuntungan dari pemberontakan melawan Presiden Bashar al-Assad. Pemberontak harus “dengan tegas menolak segala upaya oleh ekstremis untuk membajak revolusi Suriah,” demikian peringatan Clinton(BBC,1/11/2012). Tampak jelas Amerika ingin memecah belah antara apa yang dia sebut dengan pemberontak dengan para ekstrimis.
Amerika Serikat juga berupaya melakukan kriminalisasi perjuangan para mujahidin dengan bukti video yang diklaim merupakan bentuk kejahatan. Sebuah rekaman video lain muncul Jumat (2/11) lalu menunjukkan pasukan perlawanan tengah memukuli dan menembak mati sekelompok tahanan yang diduga anggota tentara Suriah yang tergeletak di lantai. Meski belum jelas kebenaran isi rekaman tersebut, media Barat mempropagandakan sebuah faksi Islam yang mereka tuduh radikal bernama Fron al-Nusra diduga pelaku tindak brutal yang berlangsung di Saraqeb, dekat kota Idlib.
Menurut PBB video semacam ini bisa dipakai sebagai bukti kejahatan perang.Sementara pemerintah AS menyatakan “mengutuk pelanggaran HAM oleh pihak mana pun di Suriah”. Video ini semacam ini kemungkinan akan digunakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya untuk menyingkirkan kelompok mujahidin pasca tumbangnya Assad dengan tudingan pelanggaran HAM.
Masa Depan Suriah
Sejauh mana upaya Amerika untuk membajak dan mengaborsi perjuangan rakyat Suriah untuk menumbangkan Bashar Bashad dan mendirikan pemerintah Islam berhasil sangat tergantung kepada kesadaran dan sikap politik rakyat Suriah sendiri. Rakyat Suriah tentu telah belajar dari pembajakan-pembajakan yang dilakukan Amerika dan Sekutunya di Tunisia, Mesir, Yaman, maupun Libya. Berbagai solusi yang ditawarkan oleh Amerika dipastikan adalah untuk kepentingan Amerika Serikat sendiri , bukan untuk rakyat Suriah.
Rakyat Suriah juga tentu tidak lupa justru Amerika Serikatlah yang selama ini mendukung dan memperkuat rezim-rezim bengis di Timur Tengah termasuk Bashar Assad dan Bapaknya yang juga tak kalah kejam. Sikap Amerika yang pura-pura tulus membantu perjuangan rakyat Suriah adalah omong kosong. Apalagi mereka dengan tanpa malu menuding perjuangan Islam sebagai pembajak. Hal-hal seperti ini seharusnya sudah diketahui oleh rakyat Suriah dengan sangat jelas.
Rakyat Suriah pun tentu telah belajar solusi Amerika yang menawarkan demokratisasi meskipun berbalut Islam dengan menggunakan tokoh-tokoh Islam yang dibeli tidak lain hanya untuk memperpanjang nafas penjajahan Amerika di Timur Tengah. Mereka juga tentu melihat demokrasi yang bertopeng Islam ini gagal menyelesaikan persoalan di Tunisia, Mesir ataupun Libya.Yang terjadi justru semakin kokohnya penjajahan Amerika yang menjadi biang kerok masalah di Timur Tengah.
Kita tentu berharap , para mujahidin , rakyat Suriah, tetap istiqomah dengan garis perjuangan mereka untuk menumbangkan Bashar Assad dan menegakkan pemerintahan yang didasarkan kepada Islam, yaitu pemerintahan Khilafah . Menolak setiap solusi Amerika apapun bentuknya, karena hal itu merupakan bunuh diri secara politik . Inilah kunci kemenangan, inilah kunci pertolongan Allah SWT !
Penulis adalah Pimred Tabloid Media Umat
Sumber :
ISLAM POS Media generasi baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar